Diseputar Kita News -- Tana Toraja – Dalam seri peristiwa peringatan Hari Disabilitas Internasional yang jatuh pada tanggal 3 Desember dan kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan tahun 2023, sebuah momen inspiratif terjadi di lobi gedung DPRD Tana Toraja. Cici Amelia Kadang, seorang mahasiswa berprestasi yang juga penyandang disabilitas, menjadi pusat perhatian dalam Aksi Kolektif yang digelar Kamis, 7 Desember.
Cici, yang berusia 21 tahun, menunjukkan prestasi akademik yang mengesankan sebagai mahasiswa semester lima di jurusan Manajemen UKI Toraja, dengan nilai rata-rata A. Dalam acara yang diinisiasi oleh Yayasan Sangbura Mayang (YESma) tersebut, kehadiran Cici ramai diperbincangkan, menarik minat pejabat dan peserta acara lainnya untuk berfoto bersama.
Ketua DPRD Tana Toraja, Welem Sambolangi, yang juga membuka acara, menyampaikan bahwa kehadiran Cici merupakan sejarah baru yang luar biasa bagi penyandang disabilitas di daerah ini. Acara tersebut juga dihadiri oleh Wakil Bupati Zadrak Tombeg, serta beberapa narasumber penting seperti Ketua Pengadilan Negeri Makale, Richard Edwin Basoeki SH.MH, Ketua Bapemperda Dewan Dr. Kristian H.P. Lambe, dan Noldus Pandin, Ketua Disabilitas Toraja.
Pada kesempatan tersebut, Zadrak Tombeg menekankan bahwa fasilitas dan infrastruktur layanan publik bagi penyandang disabilitas menjadi fokus pemerintah pasca-persetujuan Perda Kabupaten Inklusif dan Perlindungan Penyandang Disabilitas. Zadrak mengajak untuk memperkuat solidaritas terhadap penyandang disabilitas sebagai bagian dari upaya pencapaian pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan untuk semua.
Dr. Kristian H.P. Lambe juga menyatakan pentingnya kehadiran berbagai unsur pemerintahan dalam acara tersebut, yang melibatkan Eksekutif, Yudikatif, dan Legislatif. Kristian mengingatkan bahwa pentingnya Perda tentang inklusi dan perlindungan disabilitas yang telah disahkan tidak berakhir tanpa tindak lanjut yang nyata, serta mendesak diterbitkannya Peraturan Bupati (Perbub) sebagai pedoman yang menetapkan hak dan kewajiban secara lebih detail.
Dalam konteks yang sama, Naldus Pandin menambahkan bahwa kesetaraan gender, nilai moral, dan kemanusiaan harus menjadi fokus, khususnya dalam menyediakan fasilitas publik yang ramah bagi penyandang disabilitas dan etika berkomunikasi yang tepat dengan mereka.
Terakhir, ia menggarisbawahi strategi inklusi disabilitas yang telah didukung oleh PBB, yang menganggap pemenuhan hak asasi manusia bagi penyandang disabilitas sebagai bagian tak terpisahkan dari hak asasi manusia dan kebebasan fundamental secara keseluruhan. (M.khanif)